18 December 2005

"Lorong Waktu" is Back!

Kupikir serial "Lorong Waktu" sudah cukup sampai season kelima (2004) saja, tapi SCTV berpendapat lain. Genre sinetron relijius yang dibumbui humor ringan dianggap masih menjadi salah satu warna kuat di tayangan pertelivisian 2006. Selain itu mereka menganggap "Lorong Waktu" masih ditunggu penggemarnya. Seneng sih denger optimisme begitu, tapi aku butuh data yang mendukung asumsi itu.





Aku pun minta rapat evaluasi dengan Mbak Yeni dan mbak Noni dari Bagian Riset SCTV. Kami membuka kembali catatan perjalanan "Lorong Waktu" melalui hasil survey AC Nielsen sejak 1999 s/d 2004; baik yang fresh maupun tayang ulangnya. Aku pengen tahu, di titik mana saja serial ini bisa dikembangkan. Dari data rating tersebut bisa disimpulkan adanya konsistensi pemirsa 'Lorong Waktu" di segmen remaja-dewasa, usia balita hingga 25 tahun. Pengetahuan tentang pemirsa sangat membantu kita menentukan orientasi dan gaya bercerita. Namun, grafik "Lorong Waktu V" di tahun 2004 bikin aku deg-degan. Grafiknya cenderung menurun, meski tidak tajam. Apa penyebabnya? Apakah penonton sudah jenuh? Ceritanya tidak menarik lagi?

Analisa mbak Yeni dan timnya cukup melegakan. Penurunan potensi itu dikarenakan program-program lain di jam tayang "Lorong Waktu V" menguat sehingga "pembagian" rating menjadi lebih merata. Bukan karena "Lorong Waktu"-nya yang sudah macet.

Meski begitu, aku tetap menganggap serius penurunan tersebut. Jika "Lorong Waktu" akan dilanjutkan, harus ada pembaruan dan penyegaran disana-sini. Aku butuh tim penulis yang kuat. Mungkin saja kita bisa melakukannya sendiri. Tapi dengan adanya tim, kita akan bisa melakukan sesuatu yang lebih besar dan lebih kuat. Jangan tanggung-tanggung. "Enough is not enough". Kalaupun gagal, kita nggak gagal sendiri. Hehehe .... Aku nggak buang waktu, langsung menggelar "casting" diam-diam memantau beberapa rekan penulis untuk masuk timku.

Setelah menilai dari berbagai kriteria (yang kubikin sendiri) akhirnya aku memilih Bengbeng, penulis muda yang kukenal di pertemuan Layarkata Network bulan puasa lalu. Beliau ini sedang turut menggarap program heboh "Extravaganza". Satu lagi cewek manis berjilbab, Mila Kartina, yang juga berprofesi sebagai penterjemah Inggris-Indonesia. Alhamdulillah, keduanya mau gabung sama aku menggarap "Lorong Waktu VI".

Apakah kami akan berhasil? Bukan itu pertanyaannya.

Apakah kami mau melakukan yang terbaik, itulah pertanyaan yang harus dijawab dengan kata-kata "Harus mau".

Semoga.
Baca selengkapnya...

02 November 2005

Hidangan Terbaik Idul Fitri



photo by wahyu hs


Bukannya ketupat atau tape ketan, apalagi petasan. Hidangan terbaik yang bisa kita berikan kepada tamu di tradisi perayaan Idul Fitri adalah cukup satu set "MAAF" dalam wadah "keikhlasan" dan dihiasi topping "senyum manis" serta ucapan "forget it!"

Murah meriah dan semua orang bisa bikin. So ... sekarang waktunya kita berbagi maaf. Siapa tau besok nggak sempet.

Minal aidzin wal faidzin, mohon maaf lahir dan batin. Baca selengkapnya...

31 October 2005

Visi Seekor Siput

Ini kisah bagus, yang aku lupa dapet dari situs mana. Udah lama, sih ....:

Di suatu hari di awal musim semi, seekor siput memulai perjalanannya memanjat sebuah pohon ceri. Beberapa ekor burung di sekitar pohon itu melihat sang siput dengan pandangan aneh.

"Hei, siput tolol," salah seekor dari mereka mencibir, "pikirmu kemana kamu akan pergi?"

"Mengapa kamu memanjat pohon itu?" bertanya yang lain."Di atas sana tidak ada buah ceri."

"Pada saat saya tiba di atas," jawab si siput tenang, "pohon cerinya sudah berbuah."

(Hanya mereka yang berpandangan jauhlah yang melihat keabadian di balik kekosongan. Sedangkan mereka yang awam melihat kekosongan sebagai kesia-siaan). Baca selengkapnya...

30 October 2005

Misteri Datangnya Ilham

Bagaimana sih cara Anda mencari ilham?" Pertanyaan macam ini sering banget dilontarkan kepada para penulis atau pengarang. Biasanya kujawab, "Yah, saya mencarinya melalui perenungan ... bla bla bla ...." Tapi lama-lama kupikir jawaban itu nggak seratus persen tepat. Betulkah aku mencari ilham dan kemudian mendapatkannya? Kenapa aku sering mendapatkan ilham justru di saat-saat yang tidak kuinginkan; misalnya lagi bengong atau menjelang tidur, ketika lagi baca brosur wisata, atau bahkan di saat pertemuan keluarga yang nggak ada hubungannya dengan tulis-menulis. Melihat wajah sopir bis kota, bisa mendatangkan ilham. Aku pun kerap menangkap ilham di tumpukan sampah, atau ketika mendengar ibu-ibu dan tukang sayur lagi ngerumpi.


Aku baru menyadari bahwa kayaknya "makhluk" bernama ilham itu sering datang secara random. Ngacak. Bisa dihitung dengan jari berapa jumlah ilham yang kudapatkan dengan cara "sengaja" melalui perenungan khusus dan terfokus. Ilham-ilham itu seperti kiriman yang tidak terjadwal, seperti diberikan begitu saja oleh "seseorang". Siapa "orang" itu? Karena nggak ada manusia yang melakukan aktivitas telepati kepadaku, maka aku langsung menuding satu-satunya pihak yang bertanggung jawab terhadap pengiriman ilham itu adalah ... Allah. Ini asumsiku.

Aku kemudian berkesimpulan bahwa ilham, bagi seorang penulis, adalah rejeki yang diberikan Allah, seperti rejeki yang Dia berikan kepada profesi lainnya. Allah memberikan penumpang kepada para sopir angkutan; Allah mengirimkan pembeli kepada para pedagang; Allah menebarkan cacing dan plankton kepada ikan-ikan; Allah memberikan bangkai kepada burung-burung nasar. Tapi, semua yang diberikan itu tidak akan sampai ke mulut kita jika kita tidak mau membuka mulut. Sopir yang seharian hanya parkir di bawah pohon nggak akan mendapat penumpang sebanyak sopir yang rajin menyelusuri trayeknya. Pedagang bermuka ketus akan dijauhi pembeli.

Begitu pula dengan penulis. Ilham, aku percaya banget, sudah berkeliaran di atas kepala kita. Dia baru masuk ke dalam kepala kita jika pikiran dan hati kita selalu terbuka setiap saat. Pikiran dan hati yang mampet akan sulit dimasuki ilham. Pikiran dan hati yang keruh akan sulit melihat penampakan ilham. Apa yang membuatnya mampet dan keruh? Nggak ada lain, yakni pikiran dan hati yang nggak dilatih untuk terbuka, yang selalu dibiarkan tertutup oleh kepicikan, keterasingan, dan ketidakpedulian akan kehidupan.

Obatnya cuma satu: memperluas wawasan dan memperdalam pemahaman. Nggak hanya dengan buku atau jadi kutu perpustakaan, tapi juga interaksi aktif dengan kehidupan itu sendiri. Untuk menjadi penulis nggak cukup hanya bergaul dengan sastrawan, tapi juga dengan tukang bajaj, pramugari, Pak RT, anak-anak sekolahan, pengusaha, bayi, polisi, orang pasar, politikus, dengan orang kaya, dengan orang miskin, dan sebagainya. Percayalah, mereka akan memberikan banyak ilham tanpa kita perlu ngotot memintanya.

Keluarlah dari kamar kerja Anda, bergaullah dengan kehidupan, untuk kemudian kita kembali ke kamar dengan membawa oleh--oleh berupa ilham dalam jumlah yang kita butuhkan.

Itu yang membedakan antara seorang penulis dengan seorang pengkhayal.(photo by wahyu hs)
Baca selengkapnya...

29 October 2005

PENGALAMAN BARU DENGAN "DEMI MASA"

Setelah lima seasons menulis serial "Lorong Waktu" (sejak 1999-2004), saya merasakan pengalaman baru dengan serial "Demi Masa" (RCTI, 2005, Deddy Mizwar, Teddy Syach). Masih dalam koridor sinetron relijius, tapi ada nuansa lain yang membuat saya bergairah, yaitu dengan adanya plot cinta segiempat antara tokoh RAFI (Teddy Syach) dengan tiga cewek cantik: ALMAS (antusias, pencemburu, lifestyle oriented, dimainkan dengan sangat baik oleh Vita Mariana), RIMA (terpelajar, pemalu, pemendam "luka dalam", tampil cantik dengan permainan Endang Wihartati), dan NURI (tomboy cakep penjual gado-gado, ekstrovert, berani bersaing dengan orang dari lain kelas, dihidupkan oleh bakat Yunita David).


Mulanya saya agak was-was menampilkan plot percintaan ini, mengingat sinetron ini berada di koridor Islami. Maka, dengan ikhlas saya meniadakan adegan-adegan pacaran konvensional, misalnya berpelukan bagi non-muhrim. Sebagai gantinya, unsur "kontak fisik" itu saya ganti dengan permainan dialektika sederhana seputar perasaan cinta di antara mereka berempat, yang menurut saya tidak kalah menariknya. Saya masukkan juga tokoh bocah kecil bernama ZAKI (diperankan dengan oke oleh Aldi de Barros) yang berfungsi sebagai penghias adegan atau "pelumas" cerita disana-sini.

Sebelum diproduksi, banyak pihak yang mempertanyakan ketiadaan tokoh antagonis dalam naskah saya ini. Memang saya sengaja. Saya sedang bereksperimen dengan sebuah serial tanpa "tokoh manusia jahat". Sebagai gantinya, yang bersifat "antagonis" itu adalah SITUASI dan KONDISI yang dihadapi para tokohnya: kemiskinan, power syndrome, kebodohan, kelemahan iman, pilihan yang sulit, dan sejenisnya. Ternyata, konsep ini memberikan pengalaman menulis yang sangat menantang. Alhamdulillah, hasilnya so far so good. Serial "Demi Masa" mampu merebut 20% share rata-rata penonton di slot jam 5 sore selama Ramadhan 2005 ini, bersaing ketat dengan "Mutiara Hati" (SCTV, rata-rata 25% share-nya). Komentar para penonton yang masuk ke email demigis@yahoo.com pun menunjukkan antusiasme yang cukup tinggi terhadap cerita setiap episodenya. Dan belum ada satu pun yang menanyakan ada-tidaknya "tokoh antagonis" dalam plot utama "Demi Masa". Mereka lebih peduli kepada pilihan sulit yang dihadapi oleh Rafi.

Sejauh ini saya cukup bangga dengan hasil "Demi MAsa". Makasih banyak buat dua sutradara yang sudah menangani cerita saya dengan baik sekali, yakni Pak Oman Haeruman dan Ida Baron. Juga thanks berat buat produser sekaligus pemain utama, Deddy Mizwar, yang selalu tampil brilian di setiap episode. Tak lupa respek saya terhadap keterlibatan Raslina Rasidin di sela kesibukannya sebagai salah satu artis laris di berbagai produksi. Tokoh "Bu Haji" yang dimainkannya tampil sangat cantik dan Melayu banget.

Film atau sinetron memang tak pernah menjadi karya satu orang saja. Film atau sinetron adalah karya kolaborasi antara penulis, produser, sutradara, pemain, dan kru. Yang tidak bisa dikolaborasikan hanya honornya. Hehehe...
Baca selengkapnya...

WELCOME TO MY BLOG

Selamat membaca. Jangan lupa comment-nya, ya? Thanx. Baca selengkapnya...