24 August 2010
Serial "Para Pencari Tuhan" Jilid 4
SCTV, setiap sahur dan maghrib, 2010. Produksi Citra Sinema.
Cerita & Skenario: Wahyu H. Sudarmo Baca selengkapnya...
17 September 2008
Serial "Para Pencari Tuhan Jilid 2"
cerita & skenario
25 December 2007
Konsistensi Karakter
Cerita bagus saja belum cukup tanpa tokoh-tokoh yang kuat. Merekalah yang akan menghidupkan plot cerita, memercikkan momen-momen berharga dalam setiap adegan, menjadi representasi pembaca/penonton, menjadikan cerita lebih "bernyawa". Tokoh-tokoh yang ditampilkan secara baik akan membuat cerita paling mustahil sekalipun menjadi masuk akal.
Tokoh cerita yang baik haruslah konsisten. Ini semua ada dalam konsep. Jika sang tokoh adalah seorang berkepribadian labil, maka tidak realistis jika ia tampil sebagai tokoh yang memiliki kemauan kuat dan fokus pada tujuan hidupnya. Hal ini akan tercermin pada sikap dan dialognya. Cinderella yang lembut, penurut, dan sensitif, menjadi sangat realistis ketika tidak bisa keluar dari tekanan ibu dan saudara-saudara tirinya. Ia tidak memiliki kekuatan seorang pemberontak. Ia harus diselamatkan oleh seorang pangeran. Bayangkan kalau tiba-tiba Cinderella melawan semua tekanan itu dengan sangat heroik bak seorang Wonder Woman dengan kata-kata pedas. Karakternya akan "rusak" dan malah jadi aneh. Atau, tokoh Abu Nawas yang mendadak mati akal dan kehabisan kata-kata. Kita akan kecewa karena Abu Nawas tidak tampil sebagaimana seharusnya. Dalam kehidupan nyata, memang, tokoh-tokoh seperti Abu Nawas tidak selalu tampil brilian. Namun, dalam kehidupan fiksi, yang notabene merupakan rekayasa sistematis seorang pengarang, tokoh cerita harus konsisten sesuai konsep agar mewakili tipikal tertentu secara utuh dalam sebuah plot cerita. Dengan demikian, cerita akan mengalir ke arah yang benar dengan cara yang baik berkat bantuan tokoh-tokohnya.
09 December 2007
Flash Fiction: "SANG PRESIDEN"
Sopan tapi tegas, cukup untuk membuat sang Presiden menyuruh para pengawalnya keluar. Ada sebuah kepribadian kuat yang tak bisa ditentang dari orang itu. Semacam wibawa dan kharisma aneh, yang membuat semua orang tertunduk patuh. Seandainya saja aku punya kharisma seperti itu, mungkin akan lebih mudah memerintah negeri ini, pikir sang Presiden. Ia benci situasi ini. Ia benci berada dalam posisi terpojok dan harus meminta bantuan. Tidak selayaknya seorang kepala negara membiarkan dirinya lemah tanpa perlindungan.
"Kalau bapak menuruti nasehat saya, bencana ini masih bisa dicegah."
"Saya memang bersalah," jawab sang Presiden dengan suara lirih. Ia sendiri tak percaya akan bisa mengucapkan kalimat pecundang seperti itu. Ia menghela napas tertahan dan menyandar lesu di kursinya. Tenaganya seakan menguap oleh sorot mata berwibawa orang itu yang penuh tuduhan. Serangkaian tuduhan yang tak dapat disangkal karena semua bukti telah terpampang dengan jelas di depan mata. Ia tak bisa membantah dan itulah yang membuat posisinya menjadi lemah seperti sekarang. Seandainya saja ia bisa memutar balik waktu dan memperbaiki semuanya. Tentu saja, itu tidak mungkin. Sudah terlambat. Waktu hanya berputar ke depan, membiarkan kesalahan menjadi penyesalan.
"Kesalahan bapak kali ini berakibat fatal. Bahkan jika seluruh menteri kabinet mau berkorban, tak pernah cukup untuk menutupi ini."
"Ooohh ...." keluh sang Presiden. "Jadi ... harus bagaimana?"
Orang itu menghela napas berat, memandang presidennya dengan prihatin sambil mengarahkan lampu ke mulut sang presiden yang terbuka.
"Gigi bapak harus dicabut. Tidak bisa ditambal lagi." [Fin]
Baca selengkapnya...