30 October 2005

Misteri Datangnya Ilham

Bagaimana sih cara Anda mencari ilham?" Pertanyaan macam ini sering banget dilontarkan kepada para penulis atau pengarang. Biasanya kujawab, "Yah, saya mencarinya melalui perenungan ... bla bla bla ...." Tapi lama-lama kupikir jawaban itu nggak seratus persen tepat. Betulkah aku mencari ilham dan kemudian mendapatkannya? Kenapa aku sering mendapatkan ilham justru di saat-saat yang tidak kuinginkan; misalnya lagi bengong atau menjelang tidur, ketika lagi baca brosur wisata, atau bahkan di saat pertemuan keluarga yang nggak ada hubungannya dengan tulis-menulis. Melihat wajah sopir bis kota, bisa mendatangkan ilham. Aku pun kerap menangkap ilham di tumpukan sampah, atau ketika mendengar ibu-ibu dan tukang sayur lagi ngerumpi.


Aku baru menyadari bahwa kayaknya "makhluk" bernama ilham itu sering datang secara random. Ngacak. Bisa dihitung dengan jari berapa jumlah ilham yang kudapatkan dengan cara "sengaja" melalui perenungan khusus dan terfokus. Ilham-ilham itu seperti kiriman yang tidak terjadwal, seperti diberikan begitu saja oleh "seseorang". Siapa "orang" itu? Karena nggak ada manusia yang melakukan aktivitas telepati kepadaku, maka aku langsung menuding satu-satunya pihak yang bertanggung jawab terhadap pengiriman ilham itu adalah ... Allah. Ini asumsiku.

Aku kemudian berkesimpulan bahwa ilham, bagi seorang penulis, adalah rejeki yang diberikan Allah, seperti rejeki yang Dia berikan kepada profesi lainnya. Allah memberikan penumpang kepada para sopir angkutan; Allah mengirimkan pembeli kepada para pedagang; Allah menebarkan cacing dan plankton kepada ikan-ikan; Allah memberikan bangkai kepada burung-burung nasar. Tapi, semua yang diberikan itu tidak akan sampai ke mulut kita jika kita tidak mau membuka mulut. Sopir yang seharian hanya parkir di bawah pohon nggak akan mendapat penumpang sebanyak sopir yang rajin menyelusuri trayeknya. Pedagang bermuka ketus akan dijauhi pembeli.

Begitu pula dengan penulis. Ilham, aku percaya banget, sudah berkeliaran di atas kepala kita. Dia baru masuk ke dalam kepala kita jika pikiran dan hati kita selalu terbuka setiap saat. Pikiran dan hati yang mampet akan sulit dimasuki ilham. Pikiran dan hati yang keruh akan sulit melihat penampakan ilham. Apa yang membuatnya mampet dan keruh? Nggak ada lain, yakni pikiran dan hati yang nggak dilatih untuk terbuka, yang selalu dibiarkan tertutup oleh kepicikan, keterasingan, dan ketidakpedulian akan kehidupan.

Obatnya cuma satu: memperluas wawasan dan memperdalam pemahaman. Nggak hanya dengan buku atau jadi kutu perpustakaan, tapi juga interaksi aktif dengan kehidupan itu sendiri. Untuk menjadi penulis nggak cukup hanya bergaul dengan sastrawan, tapi juga dengan tukang bajaj, pramugari, Pak RT, anak-anak sekolahan, pengusaha, bayi, polisi, orang pasar, politikus, dengan orang kaya, dengan orang miskin, dan sebagainya. Percayalah, mereka akan memberikan banyak ilham tanpa kita perlu ngotot memintanya.

Keluarlah dari kamar kerja Anda, bergaullah dengan kehidupan, untuk kemudian kita kembali ke kamar dengan membawa oleh--oleh berupa ilham dalam jumlah yang kita butuhkan.

Itu yang membedakan antara seorang penulis dengan seorang pengkhayal.(photo by wahyu hs)

1 comment:

Ratih Soe said...

Thanks so much for the enlightment, Master!

Maha Suci Allah yang mendatangkan ilham ke benak kita.